Monday, January 11, 2010

Pendidikan dalam dinamika Pembangunan

Secara umum pembangunan itu sendiri multifaced – terdapat banyak wajah dan dimensi (Pranoto,2007:10). Sehingga pembangunan bukan hanya berkaitan dengan pengembangan fisik atau saran dan prasarana, melainkan juga nonfisik, seperti mentalitas, pandangan kolektif masyarakat, dan seterusnya. Keadaan ini tidak mengenal besar atau kecil cakupan daerah, jauh maupun dekat, begitu pula dengan pembangunan di wilayah perdesaan. Pembangunan perdesaan seperti disampaikan Barbara Baird Israel (1974:14) is the resultant of many interacting forces. Education must be one of them – education taking many forms and touching many people. Pendidikan yang diperlukan bagi pembangunan tidak terkecuali bagi pelaksanaan di perdesaan adalah berorientasi pada ‘hard competence’ dan ‘soft competence’ (Cynthia, Gafur dan Dedi, 2008:12) berorientasi pada pengetahuan, ketrampilan dan keahlian, juga memperhatikan inisiatif, kreativitas dan inovasi.

Sementara itu pula teori pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam pembangunan (Tjokroamidjojo dan Mustopadidjaja,1984:44) memandang peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM) merupakan kunci kemajuan ekonomi dan kestabilan social yang memberikan implikasi peningkatan ’human capital stock” dengan mengambil prioritas kepada usaha meningkatkan mutu pendidikan, kesehatan dan gizi. Perbaikan mutu SDM akan menumbuhkan inisiatif-inisiatif dan sikap kewirausahaan yang turut menumbuhkan pula lapangan-lapangan kerja baru, dengan demikian produktivitas nasional akan meningkat. Lebih lanjut pandangan Tom Wylie (O’Hagan, 1999:181) having human capital is what makes the difference and the way to increase the stock of a country’s intellectual and skill assets is to improve education. Begitu pula Conny Semiawan (1993:16) menekankan kepentingan human capital formation atau Djudju Sudjana (1991:18) human development and creative planning approach.

Memperhatikan unsur-unsur struktur perdesaan progesif (Wirjomidjojo dan Sudjanadi, 1974:10-11) yang meliputi market towns, jalan-jalan perdesaan, local verification trials, penyuluhan dan fasilitas kredit. Semua itu mempersyaratkan (Mangunwijaya,1985:8-9) bukan hanya sekedar memenuhi jumlah penduduk berpendidikan dasar, pemberantasan buta huruf, melainkan juga mengembangkan daya saing dan penguasaan sains dan teknologi, dan (Shane,1984:82-83) memenuhi ketrampilan disebabkan timbulnya teknososial baru. Bahkan menurut Mintorogo dan Sedarmayanti (1992:14) diperlukan juga self integrity, intellegence, appearance, health, skill, knowledge, emotional control, attitude, character and role. Sehingga sejak lama menurut Rogers A. Kaufman (1972:10) the product of education is no less than the achievement of these minimal skills, knowledges, and attitudes. The behavior and achievements of learners as they function as citizens determines whether the product has been achieved. Jika pendidikan formal di sekolah memiliki kendala dalam membangun peran yang diperlukan oleh masyarakat, terdapat other modes of education (Hagan,1999:4) seperti Community Education or out-of-school education that aim to provide illiterate adults, to assist working adults to be more productive in their business, and to reduce the development discrepancies between urban and rural areas (Djojonegoro,1997:153-154).

Pendidikan manakala diartikan Ki Hajar Dewantara (Saefudin dan Solahudin, 2009:32) sebagai upaya tuntunan agar segala kekuatan yang ada dalam kehidupan seseorang itu menjadi sumber kebahagiaan dirinya sendiri maupun sebagai anggota masyarakat. Sementara itu, pembangunan perdesaan berkenaan dengan modernisasi perdesaan (Schoorl, 1982:242) yang mementingkan perubahan sistem budaya, cita-cita dan pola perbuatan tradisional dan lembaga yang ada memerlukan tambahnya kontak, informasi dan kemampuan penyerapan. Dengan kata lain menurut W. Edwards Deming (1986:466) supply of knowledge in any field can be increased by education. Sistem budaya, cita-cita dan pola perbuatan baru merupakan muatan dari pendidikan yang memiliki sumbangan besar dalam menjembatani antara potensi masyarakat perdesaan dalam menyerap perubahan dan melakukan penyesuaian diri.
Di lain pihak, tugas pembangunan adalah menyelenggarakan perubahan (Bryan dan Luoise, 1987:139). Sehingga proses pembangunan yang diselenggarakan di wilayah perdesaan misalnya melibatkan berbagai dimensi di dalam masyarakat dan perubahan di dalamnya. Perubahan di mana pun dan dalam dimensi apa pun pasti akan menghadirkan implikasi-implikasi tertentu diikuti benturan nilai lama dan nilai baru (Shahab,2007:5). Untuk itu menurut Zubaedi dalam mencermati dimensi-dimensi perubahan sosial pada masyarakat perdesaan perlu dibangun penyesuaian diri dari anggota suatu masyarakat secara penuh kesadaran sehingga lahir social change, cultural change, sociocultural adaptation and adjustment yang menjadi bagian dari perubahan kebudayaan secara umum yang mencakup kesenian, ilmu pengetahuan dan teknologi (Shahab, 2007:9).

Pendidikan sebagai salah satu moda pembangun kesadaran bagi anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan tidak saja mengandalkan upaya formal seperti sekolah, melainkan juga perlu melibatkan pendidikan nonformal. Pertimbangan ini menjadi krusial setelah menyadari perubahan di tengah masyarakat bersifat continuum, dan penyesuaian diri terhadap perubahan membutuhkan upaya perluasan waktu dan tempat belajar tidak berlangsung ketika seseorang menjadi 'school population'.
Karakteristik yang dicirikan dan dipahami sebagai masyarakat perdesaan harus mampu dilengkapi dengan upaya tuntunan agar upaya, hasil pembangunan dan proyeksi perubahan yang diperkirakan dapat memberikan manfaat serta keuntungan positif. Oleh karena itu, selama berlangsung pembangunan dan perubahan dalam masyarakat perdesaan, tuntunan peran dan kedudukan yang dikemas dalam upaya pendidikan adalah mutlak diperlukan; bukan pendidikan formal semata, melainkan upaya pendidikan masyarakat. Banyak istilah dan batasan yang memiliki arti sepadan seperti pendidikan masyarakat, pendidikan luar sekolah, pendidikan non formal, pendidikan berkelanjutan.

No comments: